Sukses dengan Kesendirian



           
            Uh! 100 hari pertama tahun 2020 memang sangat pilu, guys. Beragam peristiwa telah terjadi setelah perayaan kembang api happy new year 2020, mulai dari rudal paman sam yang berseteru dengan Jenderal Militer Iran hingga duka yang berasal dari berpulangnya the legend of NBA, Kobe Bryant dan putrinya. Belum juga merasakan sweet moment of valentine (padahal jomblo), dunia sudah digemparkan dengan berkembangnya sebuah unit makhluk hidup yaitu coronavirus atau Covid-19 (oleh WHO).

          Wait! sebelum lanjut lagi, nama saya Anugrah Amin Ignatius Julio Wejai. Saat ini status pendidikan saya di ambang kelulusan alias kelas 12, di SMA YPK 2 Biak Papua. Saya berdomilisi di sebuah pulau yang letak geografisnya bertetangga dengan samudera pasifik atau lebih familiar di Papua dengan nama BIAK (kepanjangan kerennya ialah “Bila Ingat Akan Kembali” hahah). Sedikit membuka diri, saya gemar membaca entah formatnya buku ataupun jurnal apalagi bacaan yang terkait humanity. Dari banyak membaca tanpa disadari kecerdasan linguistik saya lebih solid dibandingkan tipe-tipe jenis lainnya. Kemampuan menulis dan public speaking yang saya miliki terbilang bagus bagi orang-orang disekitar saya. Saya seorang pribadi INTJ. Semua harus terkontrol dan sistematis, saya juga pecinta kesendirian (bukan pemalu tapi lebih kritis jika sendiri) namun saya juga bisa diajak untuk berorganisasi. Inilah alasan yang kuat mengapa saya beranikan menulis judul seperti diatas itu. 

(Penulis (kameja biru) saat mengikuti kegiatan di Jogjakarta)

         
        Baiklah, kali ini saya ingin menggarap lanjut paragraf satu diatas. Pasti kita semua telah mengetahui hal ini tanpa terkecuali, pandemi coronavirus. Karena wabah ini semua negara (termasuk Indonesia) mengambil kebijakan yang tidak biasa, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar atau lebih tenar di Instagram dengan tagar #stayathome. Tidak hanya itu, Ujian Nasional angkatan 2020 harus ditiadakan. Padahal moment ini (UN) yang paling diantisipasi bagi kami pelajar tingkat akhir, tapi berita ini sungguh mengembirakan bagi saya. Karena kecenderungan saya terhadap dunia literasi sehingga hal-hal yang berbaur dengan numerik seperti Matematika, Fisika kurang saya minati. Jujur saya lebih banyak menghabiskan waktu membaca dibandingkan mengahafal maupun menghitung. Dan dengan habit seperti itu saya happiness.
           
           Oh iya! satu hal yang paling mengerikan dalam hidup saya adalah overthinking. Di awal fase kedewasaan, saya selalu dihantui dengan masalah ini. Yah, saya menyebutnya masalah. Mengapa? karena hal ini meracuni pikiran saya, terlebih lagi dalam kehidupan sehari-hari hal ini selalu muncul disetiap ada pertimbangan tentang apa saja. Sebelumnya saya tidak menyadari kalau ini adalah overthinking bahkan mengetahui secara definitif saja tidak. Saya baru saja mengetahui apa itu overthinking setelah menonton video recomended dari channel youtube Satu Persen (dari situlah saya mengenal dan terus belajar dari Satu Persen). Dan seperti yang dikatakan pada video itu memang benar adanya, karena jika tidak ditanggulangi maka akan bertambah fatal resikonya. Saya pun mengikuti step by step yang telah dijelaskan pada video satu persen untuk mengalihkan pikirian daripada overthinking. Yah memang susah, tapi apa salahnya jika bertahan dulu.

Saya kira sudah cukup penjelasan personality diatas, saat ini saya akan fokus pada gagasan besar blog ini “Bahagia dengan caraku sendiri” namun sudah saya terjemahkan ke dalam perspektif pribadi saya yaitu “Sukses dengan kesendirian”. Yups! gagasan ini cukup mengawakili status stayathome versi Anugrah. Sesuai dengan kepribadian INTJ, segala hal harus sistematis maka akan saya tulis beberapa poin self development dan relations of mypersonality sebagai berikut dibawah ini.

1. Pagi hari tanpa Internet

(https://www.boyahin.com/2020/01/bangun-tidur-main-handphone.html)

            Bahkan sebelum adanya Covid-19 saya sudah jadi pecandu stay at home (hehehe tapi gak fatal banget netral lah...) Biasa terdengar kutipan ini “awali harimu dengan senyuman”, tapi kalau saya “awali harimu tanpa Internet” ini adalah bentuk antisipasi dari hypersosmed.  Sering saya jumpai individu-individu di sekeliling saya yang paginya disambut dengan layar gawai, lalu mereka terdistraksi terhadap agenda harian seperti berangkat sekolah tepat waktu. Mungkin dengan situasi saat ini mereka telah berganti ke Horizontal Body Battery-Saving mode (hahah sebutan lain dari rebahan oleh netizen). Untuk situasi work from home ini saya membiasakan diri untuk doa pagi dan setelahnya dilanjutkan dengan literasi, biasanya empat jam setelah bangun saya boleh reward diri dengan online on social media. Sedangkan pada hari-hari normal saya sering mendengarkan musik Indie Folk sembari menyusun agenda harian. Percaya! siklus aktivitas itu cukup memuaskan dan memberi mood yang baik menurut saya secara pribadi.


2. Sendiri dimanapun dan kapanpun selalu enjoy

(https://www.shopback.co.id/katashopback/4-fakta-menarik-dibalik-kaum-introvert)

              Setiap pagi ada dua opsi yang diberikan kepada saya dari orangtua, diantar ke sekolah atau pergi sendiri alias naik transportasi publik. Selalu dan selalu saya memilih sendiri. Bukannya pemalu juga, tapi dengan naik taxi (kalau di P.Jawa : Angkot) saya lebih leluasa. Apa nikmatnya? Bertemu orang baru, memberikan senyuman manis sebagai ungkapan “selamat pagi” dan membuka pembicaraan dengan orang sekitar sebagai tanda ritme mood yang baik. Saya sering membuka percakapan dengan supir taxi, apa saja kita bahas mulai dari kebijakan pemerintah hingga potensial generasi muda. Kadangkala dari percakapan dengan supir juga menghasilkan ide-ide proaktif serta membangkitkan jiwa marhaenisme saya terhadap status sosial mereka. Dan nuansa itulah yang paling saya nikmati selain pembelajaran konvesional di kelas.

3. Netralitas dalam membangun relations dengan orang lain

 (Penulis bersama para rekannya dan kepala sekolah berpose setelah menari tarian Papua)

            Di tempat saya, banyak orang yang mengalami toxic relationship. Saya sering mengetahuinya ketika teman saya atau siapapun itu yang menunjukan gejala fisiknya seperti salah satunya ialah, selalu mengangguk “iya iya” padahal tidak mau sebenarnya. Saya juga pernah mengalaminya, ketika sobat saya meminta bantu mengerjakan pekerjaannya yang mungkin bagi saya dengan dia itu susah. Dia merayu-rayu saya dengan kata bijaknya agar saya dapat mengambil tanggung jawabnya, lalu karena dia seorang sobat saya ya saya terima saja tanpa berpikir panjang lagi. Tapi tidak lama setelahnya saya pikir kenapa harus saya yang mengerjakan untuknya? Jujur ya, saya tipe orang yang tidak enakkan apalagi kenalan baik. Tapi lagi saya harus menolaknya, karena bukan tanggung jawab saya. Menurut saya, tujuan dari pertemanan bukan begini juga. Lalu saya memberitahunya dengan baik, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Saya juga menyuruhnya untuk mencoba mengerjakannya jika bingung tanyakan saja, lalu memberikannya support agar dia mau mencoba karena saya yakin kalau saya bisa pasti dia juga bisa. Dan akhirnya benar juga, dia mampu mengerjakannya. So, dalam keseharian saya menjalani hubungan dengan orang disekitar hal yang diprioritaskan oleh saya adalah Netralitas. Jika saya tidak menghendaki kemauannya ya tidak, tapi disisi lain harus di backup dengan inspirasi. Karena tujuan sejati dari membangun hubungan adalah saling mendukung.
           
            
4. Branding Myself 

 (Penulis saat menulis blog)

            Rutinitas yang biasa saya lakukan di rumah ataupun di mana saja selain di sekolah, adalah membaca, berpikir detail-oriented dan menulis. Tiga aktivitas itu bagi saya cukup bahkan lebih memuaskan saya ketimbang mendengar trending topic “UN ditiadakan”. Dengan membaca saya jadi open-minded, dengan berpikir saya tidak ragu bertindak, dengan menulis saya mengekspresikan diri sekaligus mengupragade kapabilitas diri. Branding myself versi saya ialah ngeblogger. Menulis tentang hot isues atau opini pribadi adalah kesenangan saya. Adapun juga satu masalah pada kebiasaan membaca, keterbatasan buku dan toko buku di daerah saya yang masih minim, sehingga saya beralih ke jurnal di Internet. Tapi, it doesn’t matter selagi itu masih dapat dilakukan ya just do it daripada tidak sama sekali.

5. Buat notes harian
 (https://www.kolomsatu.com/wp-content/uploads/2017/11/Jadi-penulis-artikel-lepas.jpg)

             Manusia selalu indentik dengan rasa malas. Saya pun juga pernah mengalami rasa malas yang berlebihan dimana level malas geraknya sudah pada level waspada. Namun ada dorongan untuk berkembang. Salah satu cara jitu yang saya buat untuk menanggulangi rasa malas adalah membuat notes harian. Karena pribadi MTBI saya ialah INTJ, maka semua itu harus tersusun sistematis. Setiap malam selalu saya buat notes agenda untuk besok, serta konsisten. Selama hal itu masih saya komitmenkan, saya menikmatinya.

            Sering juga saya menonton konten-konten Satu Persen di platform youtube, dari antara banyak konten yang saya tonton ada satu yang buat saya berubah setidaknya satu persen perharinya, yaitu Cara mengatasi berpikir berlebihan by satu persen. Seperti yang sudah saya jelaskan di awal blog, overthinking memang tidak enak. Jika saya diberikan pilihan sakit kepala atau overthinking? Sakit kepala adalah pilihan yang terbaik. Namun seiring waktu berjalan, masalah psikologi itu sudah kian memudar dalam hidup saya entah karena pertumbuhan mentalitas dan emosional menuju ambang kedewasaan atau benefit dari tips psikologi ala satu persen. Apapun itu saya sangat bersyukur telah menjadi diri saya sekarang ini.


             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Biak ada Sinon Wader: Inspirasi dan Mentalitas Neoliberal

Opini tentang Pelayanan Publik di Dukcapil Biak Numfor

Green Jobs, Green Economic, and Green Indonesia