Media Sosial : Viral & Hits

 

Internet, sebuah istilah yang awalnya hanya memuat informasi secara elektronik kini telah berevolusi menjadi alat bersosialisasi yang digunakan oleh semua negara di dunia. Bermula dari google si mesin pencariaan hingga Instagram sebagai tempat kompetensi narsistisme selebgram - istilah bagi seorang yang memiliki ketenaran dalam platform Instagram.

Well, ini semua adalah salah satu wujud peradaban dunia yang tujuannya tidak lain ialah membuat segala hal - baik pekerjaan, komunikasi, ideologi, psikologi - menjadi mudah untuk dilaksanakan, dicapai, dituntaskan dan digunakan. Pengalaman-pengalaman yang timbul dari users platform digital memacu para developer social media untuk gencar meng-upgrade fitur-fitur tambahan agar semakin memberikan impact yang lebih dari sekedar seribu likes di Instagram.

 


Media Sosial

Track record media sosial yang awalnya hanya keisengan Mark Zuckerberg beserta beberapa rekannya yang pada tahun 2009 telah mencapai 11.759.980 user facebook ditambah jika facebook adalah sebuah negara, maka fb adalah negara terbesar per bulan Oktober 2009.

Adapun platform social media yang biasa saya sebutkan sebagai DPR kedua setelah senayan ialah twitter. Menurut wikipedia, twitter merupakan layanan sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks. Hingga kini saya secara pribadi menangkap bahwa twitter lebih banyak memuat kritik dan aspirasi, dengan terlibatnya para pejabat publik, tokoh sosial, menteri, gubernur, bupati hingga pemegang kedaulatan tertinggi negara demokrasi yaitu rakyat mempermudah penyampaian aspirasi secara langsung  dibandingkan harus melalui protokol birokrasi ataupun demonstrasi.

Selanjutnya terdapat dua platform social media yang terprogram pada pengiriman dan penerimaan pesan hingga file. Berbeda dari kedua platform diatas, kedua apps ini lebih memberikan user experience pada efisiensi dan efektivitas proses transfer pesan maupun file dalam jaringan. Salah satu dari keduanya lebih familiar dengan istilah “centang dua biru” - istiliah tersebut adalah salah satu kinerja sistemnya yang menandakan bahwa pesan pengirim telah tersampaikan dan sudah dibaca oleh penerima - yaitu whatsapp. Jika whatsapp sering digunakan untuk mengirim pesan teks, maka yang satu ini lebih banyak berperan dalam transfer file yang ber-size besar yaitu telegram.

Saya yakin sekali bahwa sepuluh dari sepuluh orang Indonesia alias semuanya pasti mengetahui platform Instagram. Media sosial yang satu ini sangat berperan dalam kehidupan zaman sekarang. Tingkat narsistiknya signifikan seiring bertambah jumlah penggunannya. Sistem interaksi sosialnya berpacu pada angka pengikut dan mengikuti sebuah akun kepada networking di Instagram. Sesuai analisa sendiri, generasi milenial dan Gen Z cenderung memihak pada platform yang satu ini dibandingkan yang lainnya - facebook, twitter dll. Meskipun facebook masih meduduki posisi teratas dengan jumlah users-nya, tetap saja mereka condong menjaga reputasi personalnya di hadapan layar handphone followers mereka - alias Instagram

 

Istilah “Viral” dan “Hits”

Peradaban dunia yang berputar pada kemutakhiran ciptaan manusia juga berdampak pada psikologi tingkah laku manusia. Hal-hal yang sedang kita kerjakan saat ini mempunyai peran yang besar dalam menghasilkan produk pemikiran makhluk sosial yang manusiawi, semua dari pada mesin-mesin itu atau kreatifitas yang dituangkan dalam suatu sistem berpotensi mempengaruhi pola pikir (mindset) penggunanya. Hal itu semua - social media sebagai alat sosialisasi - berpeluang merancang gaya berpikir yang kritis, kreatif, dan kompetitif, juga berpotensi menciptkan suatu model masyarakat baru atau the new generation.

Saya pribadi juga adalah pengguna media sosial. Beberapa platform seperti facebook, instagram, twitter dan teman-temannya pernah saya gunakan bahkan sampai detik ini. Bila ditanya tujuan maka tujuannya ialah mengekspansi networking dan menyebarkan informasi faktual dan menarik - zaman sekarang orang lebih mudah percaya hal yang berbaur ekstrem seperti hoax.

Selama menjadi pengguna media sosial, banyak sekali pengalaman-pengalaman dunia maya yang manakali bukan saya sendiri saja yang merasakannya melainkan yang lain juga. Saya rasa semakin kesini semakin banyak dinamika yang berotasi dalam lingkaran human behavior. Pengaruh dari dunia maya berakar lebat kemana-mana membentuk percabangan yang saling mempengaruhi entah itu teknologi, politik, ideologi, sistem perdagangan, parawisata, kuliner dan masih banyak lagi.

Salah satu hal yang saya sukai dari media sosial adalah penggunaanya dalam memperluas pengetahuan. Postingan ber-value mempunyai peran penting dalam menggerakan pola pikir yang kritis dan kreatif. Saya sepakat dan sangat setuju dengan pergerakan sosial yang berbasis di media sosial - entah youtube, instagram atau lain sejenisnya - mengingat users yang bukan hanya kaum awam dan orang yang berpendidikan, akan tetapi cakupannya sudah seluas dunia yang berarti dari anak usia dini hingga lansia dapat mengaksesnya dimana saja dan kapan saja serta tidak ada batasan.

Dalam siklus hidup sebagai pengguna social media banyak new things terjadi. Munculnya perspektif dan stereotype yang berkembang sehingga membuat beberapa kreasi-kreasi tak terduga menjadi kenyataan. Salah keduanya ialah istilah “viral” dan “hits”.  Akan saya jelaskan kedua istilah tersebut di bawah ini :

1. Viral. Menurut abang google, viral diartikan “menyebar luas dengan cepat”. Yes, saya membenarkan itu. Zaman sekarang apapun baik itu politikus menjadi ekonom atau menggunakan walkie talkie untuk mengerjakan tugas sekolah ataupun konspirasi virus zombie yang mustahil terjadi akan menjadi viral apabila bertebaran di halaman beranda serta story media sosial. Namun ada baiknya jika keviralan tersebut dapat berfaedah dan berfilosofi positif sebab akibatnya dapat menjadi alat infromatif bagi kelangsungan konten bermuatan positif.

Bersosialisasi dalam media sosial harus extra hati-hati. Netizen abad ke-21 lebih canggih dari yang kita ekspetasikan. Perjalanan linimasa facebook atau tweet-an di platform DPR kedua - twitter - atau feed story instagram yang mengandung unsur SARA ataupun reposting yang bersifat menjatuhkan akan menjadi boomerang kepada diri kita sendiri.

Ibarat pepatah “mulutmu, harimaumu” mengartikan pengawasan super ekstra netizen terhadap opini atau kritikan pedas ataupun omongan sembrono yang kita dan mereka lontarkan dalam platform yang tak berdosa ini. Belakangan ini, banyak sekali bermunculan artis-artis mendadak. Ketenaran mereka bermula dari tingkat keekstreman konten yang di cap “viral” oleh warga internet. Beragam latarbelakang mengapa mereka bisa viral seperti, tindakan secara sengaja terhadap orang lain, kejahilan duniawi yang tidak manusiawi, curahan hati yang sudah tertindas batu kegelisahan, hingga hal-hal personal yang tidak layak ditayangkan pada layar kaca smartphone.

2. Hits. Jika viral bisa terjadi kapan saja dan dimana saja karena tindakan luar biasa yang dilakukan manusia, sedangkan hits adalah good reputation seseorang yang dibangun dengan tujuan tertentu. Lagi-lagi menurut abang google kita, hits adalah populer. Dua puluh lima tahun yang lalu menjadi populer membutuhkan usaha keras. Hal tersebut terjadi begitu, sebab kita harus melihat ke perspektif yang berbeda bahwa pada waktu itu revolusi teknologi belum se-mutakhir saat ini. Sehingga berdiri di depan kamera dan say “hallo” merupakan keinginan remaja generasi X dan milenial.

Setelah komputer mulai dioperasikan lalu diikuti dengan jaringan internet hingga produk-produk kombinasi jaringan dan sistem pemograman, segala hal terasa mudah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Menjadi sosok hits pada zaman ini tidak mustahil. Segala pintu popularitas terbuka lebar asalkan ada kemauan untuk survive di dalam golden rules yang dibuat oleh warga internet sendiri. Boleh dikatakan bagus apabila seseorang memiliki konten berfilosofi yang bisa dipertanggungjawabkan serta berwawasan dan mengandung pengetahuan.

Istilah “anak hits” menggambarkan filosofi ketenaran dunia maya yang seringkali digunakan sebagai indikator penilaian image seseorang di dunia nyata. Julukan ini mempunyai nilai jual yang tinggi sebagai produk bahasa kekinian. Salah satu platform yang identik dengan hal tersebut ialah, Instagram. Instagram memainkan peran penting dalam menggerakan siklus ketenaran para selebgram.

Kali ini saya telah mengklarifikasikan makna “hits” menurut analisa sendiri, sebagai berikut.

a. Hits karena adanya jalinan dengan individu yang memiliki personal branding di social media. Ketenaran ini memiliki sifat seperti virus, yang mana artinya virus tersebut (hits) dapat menular terhadap organisme lain jika terjadi saling kontak (terekspos oleh media sosial). Misalnya, keluarga deretan tokoh publik atau aktris ternama yang juga terekspos oleh media. Satu hal lagi yang membuat bagaimana bisa virus (hits) ini dapat menyebar luas yaitu tingkat keingintahuan alias kepo netizen begitu besar apalagi hal itu mendapat dukungan dari fitur-fitur cepat di social media.

b. Hits karena personal branding. Konsistensi terhadap kualitas konten yang dihasilkan dapat mengantar siapapun menuju tahta kekinian. Proses saling mempengaruhi yang begitu luas dan berdampak pada kondisi di kehidupan nyata, menyumbangkan manfaat internal dan eksternal. Salah satu dari manfaat itu berdampak langsung kepada influencer-nya -sosok personal branding - lalu lainnya memberikan benefit terhadap orang banyak berupa wawasan dan informasi. Contoh subjeknya, influencer - sosok yang memiliki pengaruh besar dalam siklus bersosialisasi.

c. Hits karena memang sudah hits. Seseorang dengan tipe ini sudah menjati diri di dalam nuansa ketenaran di kehidupan nyata. Sehingga apapun yang digunakannya - facebook, instagram, twitter dan youtube - akan  mengikuti trackrecord reputasinya. Tidak heran lagi jika apa saja yang dinaikan pada linimasa atau beranda medsos akan menjadi booming.

d. Hits karena content. Kalau yang satu ini sifatnya situasional. Seseorang yang berada dalam phase ini memiliki ketenaran yang periodik. Hal itu disebabkan oleh kompetensi yang dibangun oleh warganet kepada siapapun untuk lebih, lebih dan lebih dalam berkonten. Zaman sekarang orang berani menjual harga diri demi martabat fiktif di dalam kehidupan dunia maya. Beberapa bulan terakhir - masa pandemi - terlihat banyak orang-orang yang haus ketenaran sedang melakukan hal-hal ekstrem yang tidak masuk akal dan tidak secara manusiawi. Entah bagaimana tidak, segala hal itu mampu membuat warganet memberikan engagement - suatu sistem penilaian media sosial dengan melihat reaksi mereka melalui nominal likes, comment dan share. Pada akhirnya, engage itu memacu para kompetitor konten ekstrem untuk terus survive dengan kreasi-kreasi tanpa batas lainnya.

Dari social media terlahir sebuah pemahaman-pemahanan tak berteori.

Menjadi bagian dari mereka - media sosial - pada era ini haruslah berpendirian saat menerima ancaman digital, kritis terhadap ketimpangan sosial diantara warganet, kreativitas dibutuhkan saat menjalin sistem ekonomi berbasis digitalisasi, toleransi terhadap perbedaan opini dan masukan, kohabitasi di dalam membangun lingkugan yang suportif, kemampuan analisis terhadap informasi yang beredar, faktual dalam membenarkan dan menyebarkan informasi, dan branding yourself dengan passion-mu.

Selain sebagai alat komunikasi dan sosialisasi, media sosial memiliki posisi strategis dalam dunia marketing dan administrasi. Diketahui bahwa, hampir semua manusia menggunakan media sosial sehingga tidak menutup kemungkinan jika alat ini bisa membantu pekerjaan pada bidang lain.

Kemampuan digitalisasi saat ini telah menjadi kriteria pebisnis ulung. Budidaya online shopping sedang membludak dengan hadirnya lapak-lapak online dan beragam fitur tambahan media sosial yang membantu promosi brand sale. Tuntutan kreativitas juga dilibatkan apabila seseorang ingin terjun dalam kompetensi bisnis digital. Bila dahulu membuka lapak harus memperoleh administrasi perizinan birokrasi saat ini hanya bermodalkan handphone kamu dapat menuangkan idemu.

Kesimpulan

Pada akhirnya setelah diuraikan penjelasan di atas saya berani mengatakan bahwa media sosial mampu mempengaruhi, meracuni, mendoktrin, merangsang, menggurui, mengajarkan, memberitahukan, membina individu atau orang banyak ke dalam klaster sosial baru. Paham-paham yang timbul menciptakan sejenis kelompok-kelompok sosial dengan karakteristik tertentu.

Ketenaran di media sosial memanglah fiktif, akan tetapi kefiktifan itupun juga berlaku di dalam kehidupan sehari-hari yang mana penilaian orang ataupun kelompok berpedoman pada reputasi yang kita bangun di social media. Dari viral bisa menjadi hits. Hal-hal ekstrem yang membutuhkan usaha lebih dapat membawa seseorang menjadi populer. Itu tidak mustahil. Ketenaran yang berasal dari branding akan membawa seseorang memiliki reputation of personality. Tapi ada baiknya apabila semua itu bisa bersimbiosis mutualisme. *

 

“ Pengikut Instagram boleh banyak, tapi jangan lupa ikut TUHAN”

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Biak ada Sinon Wader: Inspirasi dan Mentalitas Neoliberal

Opini tentang Pelayanan Publik di Dukcapil Biak Numfor

Green Jobs, Green Economic, and Green Indonesia